PENGALAMAN PERTAMA MEMPERINGATI HARI RAYA GALUNGAN DI JAKARTA
Hari Raya Galungan,
Hari Raya
Galungan Merupakan hari raya umat Hindu yang jatuh tiap enam bulan sekali atau
210 hari sekali sesuai penanggalan kalender bali yaitu pada hari Bhuda Kliwon Dungulan.
Umat Hindu di Bali memperingati Hari ini sebagai hari kemenangan dharma (kebaikan)
melawan adharma (kejahatan).
Dari makna etimologinya
“Galungan” berasal dari Jawa Kuna yang berarti bertarung. Biasanya disebut juga
“dungulan” yang artinya menang. Pada hari ini umat hindu dianjurkan untuk
merefleksikan diri sehingga mampu membedakan yang mana dharma dan adharma,
meredam sifat adharma dalam diri dan lebih meningkatkan segala perbuatan,
perkataan dan fikiran yang bersifat dharma (baik).
Hari Raya Galungan menjadi hari
raya yang krusial dan penting bagi umat hindu karena peringatannya tidak hanya
dirayakan satu hari saja namun terdapat serangkayan acara penyambutan dan
penutupan yang juga tidaak kalah penting. Pada hari raya Galungan pula umat
hindu banyak melakukan kunjungan (silahturahmmi) ke rumah sanak saudara.
Sembahyang bersama dan menikmati masakan khas Hari Raya sepeti; lawar, balung,
sate llilit, pesaan, dll.
Rabu 17 Desember 2014 Tegal
Parang, Jakarta.
Pagi
ini aku bangun pagi seperti biasanya. Walau hari ini kusadar tidak ada mata
kuliah pagi, namun ingatan akan pentingnya hari ini membuatku tak sabar untuk
terbangun dan memulai aktivitas. Ya, Hari ini adalah Hari Raya Galungan, hari
yang selalu diwanti-wanti dan diingatkan ibuku untuk ku rayakan walau berada
jauh dari kampung halaman di Bali.
Biasanya hari
ini, ibu ku akan bangun sangat pagi untuk menyiapkan segala macam sarana
upacara yang akan dihaturkan di Sanggah
(tempat ibadah di rumah) maupun di
Pura. Penjor (bambu melengkung dengan hiasan janur, biasanya terpasang didepan
setiap rumah di Bali saat Galungan)
pun telah berdiri kokoh di depan rumah. Aku dan saudara-saudara ku
akan bersiap mengenakan pakaian kebaya yang sudah kami jahit jauh jauh hari
untuk dengan senang kami pakai bersembahyang ke Pura-pura dan rumah sanak
saudara.
Suasana yang
sangat berbeda ku rasakan pagi ini, tidak ada penjor dimana-mana, tidak ada bau
masakan khas, dan tidak ada siapa-siapa selain aku yang telah terbangun dan dua
orang teman yang satu kotrakan dengan ku yang masih terlelap. Hal yang paling
pertama ku lakukan adalah membasuh diri dan memakai pakaian bersih dan kemudian
aku berdoa. Doa yang kulakukan berupa doa sehari hari yang biasa kami sebut
dengan “Puja Tri Sandhya” , setelah itu kulanjutkan dengan menyenandungkan
bait-bait “Gaya Trimantram” lantunan mantram yang berulang ulang di dalam hati.
Setelah usai,
kulanjutkan akifitas lain seperti menyelesaikan tugas kuliah dan bersih-bersih.
Siang harinya sekitar pukul 11:30WIB aku berniat pergi ke pura Aditya Jaya
Rawamangun, satu-satunya pura yang pernah kukunjungi dan ku tau selama di
Jakarta. Seperti namanya Pura Aditya Rawamangun terletak di daerah Rawamangun,
tepatnya di Jl.Daksinapati Raya No.10, Rawamangun, Jakarta 132220. Untuk pergi
kesana aku memilih menggunakan Busway Transjakarta, selain karna harganya yang
lebih murah dari taxi, naik busway merupakan satu”nya kendaraan yang pernah
kunaiki untuk pergi kesana. Dari halte Tegar Parang menuju halte transit Cawang
Uki aku kembali menaiki Busway yang pergi ke arah TJ.Priok. Sesampainya di
Halte Rawamanggun aku turun dari Busway kemudian dilanjutkan dengan berjalan
sekitar 30 meter menuju Pura Aditya Jaya.
Matahari terik
kala itu, saat ku tiba didepan gerbang pura. Suasana sudah Nampak dan terasa
berbeda saat kulihat spanduk besar berbahasa Bali dan bertuliskan ucapan
selamat Hari Raya Galungan, Penjor berdiri tegak di depan pinju gerbang,
penjual makan khas Bali yang berjejer di sekitar area parker, Orang-orang lalu
lalang keluar masuk pura dengan pakaian adat khas, membuat perasaan hatiku
menjuat. Rasa familiar menyeruak seketika dalam hati, rasa bahagia dan gembira
karena sadar bahwa aku tak sendiri, dan bukan hanya aku yang menyambut hari ini
dengan suka cita. Setelah mengganti pakain menggunakan pakaian kebaya yang
telah kubawa dari Bali, aku pun pergi menuju Nista Mandala/Jaba Sisi (wilayah
bagian luar pura, dimana terdapat rumah tunggu, toko buku yang menual tentang
ajaran agama Hindu, kantin, Bale Gede dan Dapur) disana semakin banyak kulihat orang-orang berpakaian kebaya,
berkumpul bersama dan berbincang bincang. Melewati gerbang/gapura aku memasuki
wilayah Madya Mandala/Jaba Tengah
(wilayah bagian tengah pura, dimana
terdapat bangunan bernama Balai Wantilan, yang biasa dipergunakan untuk
mempersiapkan sarana upakara dan pementarasn kesenian sakral sebagai pengiring
upacara. Di Jaba Tengah aku mengambil dupa yang telah disediakan dan kembali
melewati gerbang/gapura menuju tempat persembahyangan yaitu Utama Mandala.
Saat disana aku
merasa seperti sedang berada di Bali, ukiran-ukiran khas yang menghiasi
bangunan, area Pura yang sejuk karna dikelilingi banyak pepohonan, bau harum
yang tercium dari dupa yang dibakar, serta suara Genta (lonceng yang dipakai Pedanda palam mengiringi uapacara)
membuat suasana kala itu semakin damai dan kighma. Semua berdoa dengan kusyuk
yang dipimpim oleh seorang Pedanda (orang suci). Seusai berdoa,
seperti biasa kami menerima air suci (tirta) dan mengenakan Bija (beras
yang direndam dengan air suci, beras disini melambangkan benih, benih kebaikan
yang akan selalu kami tanamkan dalam diri, hati dan pikiran).
Walaupun ingin
berlama-lama disana namun jam telah menunjukkan pukul 15:00 WIB saatnya aku
pulang. Kembali menaiki busway akupun kembali pulang menuju kontrakan. Perayaan
hari itu tidak berhenti disitu saja. Sore harinya, aku dengan ditemani seorang temanku
pergi ke pasar untuk berbelanja buah-buahan, karena malam nanti aku berniat
meryakan Galungan di kontrakan. Walau hanya menghaturkan buah sederhana dengan
dupa dan air suci yang kubawa dari pura, namun perayaan hari itu terasa sanggat
istimewa bagiku.
Aku merasa
dihargai, walaupun saat itu tidak ada yang merayakan hari Galungan sepertiku. Namun
teman-teman satu kontrakan dengankuku dan teman-teman kuliahku yang mayoritas
beragama Islam, turut mengucapkan
selamat merayakan hari raya kepadaku. Kedua teman kontrakanku, mereka sama
sekali tidak melarangku merayakannya di kontrakan dengan dupa dan buah buahan.
Bahkan membuat suasana setenang mungkin saat aku berdoa. Semua perhatian kecil
itu membuatku sangat merasa dihargai, walaupun kami berbeda namun kami tetap
saling menghormati satu sama lain. :)
Nice Dina.....
BalasHapusGa peduli tempat, asal keinginan dan lingkungan serta orang sekitar mendukung... Galungan suasana baru menjadi indah juga...
Follow juga ya..
nengahtidings.blogspot.com
www.nengahtidings.blogspot.com
Hapushttp://www.nengahtidings.blogspot.com
HapusWahhh makasii y pande seneng banget ada yg visit blog ku.. baca.. dan sampe koment juga.. :) :) :) ia sipp nanti aku follow blogmu.. :) thanks ya..
HapusOh y.. "Rahajeng Rahina Galungan lan Kuningan ya Pan.. dumogi state kaicen kelametan lan kerahajengan :)"
Hehe
its great story ,,,, terharu membacanya ,,,, semoga selalu dalam keberkahan ya .... kapan-kapan aku ingin berkunjung ke Pura juga ,,
BalasHapuswahhh makasiii banyak Kak Kholish :) seneng bngt ada yang baca dan komen di blog saya. Sipp kapan kapan pasti saya ajak berkunjung ke Pura bareng y.. mati melihat dan mengenal budaya bali lebih dekat :) :) :)
BalasHapusAsiiikkkk :)
BalasHapus