AKSELEARASI- Akulturasi, Sinergi, Learning, dan Apresiasi
Pangandaran, 13-16 November 2014
Jakarta: Kamis,
13/11/2014 (20:15 WIB) Suara mesin bus seperti menjadi pematik semangat malam
itu, pertanda kami siap berangkat menuju tempat tujuan yaitu Pangandaran,
sekitar 359 km dari tempat kami berpijak malam itu. Kami
adalah 34 orang mahasiswa yang tergabung dalam satu wadah bernama ‘Kafha’ laboratory of humanity and culture, merupakan salah satu UKM di Universitas Paramadina dengan
fokus karya yaitu theater. Akselerasi merupakan agenda wajib tiap tahun bagi
Kafha, bertujuan mengajak anggota barunya bersama-sama belajar mmengalkulturasi
perbedaan budaya, belajar mensinergikan jiwa, belajar hal-hal baru, dan
mengapresiasi setiap karya seni apapuun itu bentuknya. Tahun ini akselerasi
bertemakan “GALI BUDI DAN DAYA” bekerjasama dengan komunitas Sabalat, sebuah
komunitas pemuda di desa Citumang, Pangandaran yang bergerak pada peningkatan
SDM dan SDA desa Citumang. Aku, merupakan salah satu dari kami. Seorang anggota
baru yang bersemangat menaiki bus mencari tempat duduk dekat jendela agar dapat
melihat pemandangan di sepanjangjalan.
Desa Citumang,
Pangandaran: Jumat 14/11/2014 (08:45 WIB) Sebuah goncangan keras membangunkanku
pagi itu, rupanya bus sedang melaju di
area berbatu membuat seisi bus bergonjang keras. Melihat keluar jendela membuatku
sumringah. Sawah terhampar luas dengan pohon kelapa bertebaran dimana mana,
melewati sebuah plang deengan tulisan. ternyata kami sudah sampai di Pangandaran.
Hari pertama,
kami menginap di sebuah rumah sederhana khas pedesaan milik masyarakat sekitar.
Diawali dengan acara pembukaan oleh ketua acara Akselerasi, Ketua organisasi
Sabalat dan Pemuka desa setempat. Pada acara itu, pertama kali ku melihat Ki
Enju, dengan pakayan khas sunda, penutup kepala berupa kain , dan dua buah
wayang kayu ditangannya, Ki Enju diperkenalkan sebagai seorang petani yang juga
berprofesi sebagai pendalang. Setelah acara pembukaan dilanjukan dengan makan
siang bersama di rumah Ki Enju yang berjarak sekitar 20 meter dari tempat kami
menginap. Kami dibagi 5 kelompok yang masing-masing dinamai dengan unsur alam
yaitu: AKASA (angkasa/langit) , BHUMI (bumi/tanah), CANDRA (bulan/cahaya),
MARUTHA(udara), SAMUDRA (laut/air). Acara dilanjutkan dengan sharing session
bersama disebuah saung sejuk dekat sawah, membahas mengenai ‘Daya’ yaitu unsur
energy yang membantu kita bertahan hidup.
Hari Kedua,
(02:00 WIB) Dibangunkan oleh mentor ku malam itu membuatku aggak terheran
heran, untuk apa kami (amggota baru) dibangunkan malam buta seperti ini?
Pertanyaanku hanya dijawab dengan sebuah instruksi untuk mengikuti suara dan
menutup mata dengan musker. Sepanjang perjalanan dengan mata tertutup aku
bertanya-tanya kegiatan apa yang akan kami lewati, pertanyaanku terjawab dengan
sebuah sentuhan dikakiku, pasir. Ya kami kepantai. Dengan mata masih tertutup
aku dituntun, melangkah disepanjang pasir, mendengar deburan omak, merasakan
angin yang bertiup merangkul aku yang kurus ini, merasakan semua itu dengan
tenang. Bermeditasi. Setelahnya kami berpegangan tangan, masih dalam keadaan
mata tertutup, berjalan bersama menuju ombak, sebuah pengalam yang tak akan
pernah kulupakan.. rasa dimana aku merasa sendiri ditengah gelap mata hanya
berpegangan satu sama lain, menantang ombak. Duduk melingkari api unggun
dipinggir pantai dengan keadaan basah, akhirnya mata kami dibuka, disambut
tepuk tangan heboh panitia dan kakak-kakak kafha semua. Aku merasa dalam sebuah
keluarga. J
Sore harinya
kami mempersiapkan diri untuk pertunjukan yang akan kami tampilkkan tiap
kelompok di depan komunitas Sabalat. Malam harinya merupakan malam yang sangat
seru, dibuka oleh penampilan komunitas Sabalat sendiri berupa teater sederhana
mengenai pebandingan kehidupan petani dengan orang perkotaan yang sangat jauh
berbeda. Dilanjutkan dengan pertunjukan dari masing-masing kelompok dengan tema
utama yaitu mengenai nama kelompok itu sendiri. Aku dan kelompok Bhumi
menampikan sebuah teater musical mengenai bhumi dan kerusakan yang terjadi
padanya. Dibuka dengan seseorang yang menjadi sebatang pohon menaburkan beras,
seorang lainnya menengadahkan tangan menangkap butir-butir beras yang terjatuh
perlahan lahan menjadi semakin berkurang, didukung dengan tarian kesedihan dan
gitar akustik, sebuah teater sederhana tanpa dialog. Namun karna kesederhnaan
itulah kelompok kami mendapat pujian atas penampilan yang sederhana namun penuh
makna itu. J
Selain
mementaskan kesenian, malam itu juga disisipkan dengan acara penyerahan
Buku-buku bekas layak baca yang sebelumnya telah kami kumpukan di kampus kepada
komunitas Sabalat untuk ditempatkan di perpustakaan umum satu-satunya di desa
itu.
Hari Ketiga,
hari terakhir, pagi harinya kami awali dengan kegiatan mengeksprol diri melalui
menggambar, menggambar bebas sesuai hati dan kepribadian diri. Setelahnya kami
bersiap-siap untuk kegiatan seru llainnya yaitu bodyrefting . Sebuah kegiatan yang juga tak akan pernah kulupakan,
Meloncat dari tebing dengan ketinggian
10 m, menyusuri sungai berarus dengan hanya berbekal pelampung dibadan.
Keindahan desa citumang yang begitu asri
dan masih alami kurasakan sekali disana, sungai yang jernih dengan pepohonan
rindang disekitarnya, sangat bersyukur pernah menikmatinya. Tergerak hati untuk
menjaganya, semoga akan selau asri dan terjaga agar nantinya anak cucuku dapat
turut merasakan hal yang sama J
Sore harinya
kami habiskan bersama Ki Enju, mendengar berbagi pengalaman hidup beliau selama
mendalang dan meresapi kata-kata bijak
mengenai hidup salah satunya “Jalani hidup dengan legowo, (ikhlas, lapang dada) slalu ingat bersyukur atas nikmat
yang telah diberi Gusti Allah. Lakukan hal yang baik insyaallah hasilnyapun
akan baik” J
Sebuah nasihat yang akan selalu
ku ingat.
Penutupan
akselerasi dilakkuan di dalam rumah karena hujan gerimis, namun tetap berlangsung kihmad, acara ditutup
dengan penyematan pin pada setiap anggota baru, sebagai simbollis resminya kita
bergabung dengan keluarga kafha J
Sore menjelang
petang kami bertolak ke Jakarta, berpamitan dengan adik-adik kecil yang
menemani kami selama di rumah masyarakat, teman-teman komunitas sabalat yang ku
kagumi atas dedikasi dan semangatnya, bertemimakasih kepada ibu-ibu yang
baikhati memasakkan makanan yang sederhana namun bergitu lezat, dan tentusaja
kepada Ki Enju yang begitu ramah dan baik hati menerima kami.
Sepanjang perjalanan pulang tak
henti hentinya aku bersyukur atas pengalaman dan pelajaran yang ku dapat selama
Akselerasi. Terimakasih banyak kuucapkan kepada kafha, pangandaran, semuanya J
Komentar
Posting Komentar